23 November 2024

Aghi Ghayo Zorah atau Hari Raya Ziarah, ajang Silaturrahim akbar Masyarakat. 


4809 views

Bangkinang - Hari Raya Enam merupakan suatu tradisi yang dirayakan oleh masyarakat Bangkinang, usai merayakan Idul Fitri 1445 H.

Hari Raya ini digelar setelah berpuasa enam hari usai 1 Syawal. Perayaan tradisi Hari Raya Enam di Kampar dimulai dengan ziarah kubur, yang juga disebut Aghi Ghayo Zorah atau Hari Raya Ziarah

Hari Raya Enam atau Aghi Ghayo Onam 1445 Hijriah ini jatuh pada 8 Syawal atau Rabu,17 April 2024
Yaitu setelah warga Kampar berpuasa enam hari di awal Bulan Syawal setelah Hari Raya Idul Fitri. 
Tradisi turun-temurun ini diawali pelepasan peziarah setelah subuh.

Momen ini kental dengan rasa persaudaraan dan kekompakan masyarakat. 
"Ziarah Kubur Hari Raya Enam atau Aghi Ghayo Onam ini  sangat religius ini untuk mengekspresikan rasa syukur kepada Allah Swt," ujarnya. 

Warga Bangkinang membentuk beberapa kelompok peziarah di tempatnya masing-masing. Seperti di Desa Muara Uwai yang ikonik dengan pemakaman pejuang kemerdekaan, Datuk Tabano. 

Setiap rumah membawa bekal dengan talam ke pemakaman. Di dalam talam berisikan berbagai makanan untuk dibagikan kepada masyarakat yang hadir, mulai dari anak-anak hingga tokoh masyarakat dan para perantau.

Selain itu, tradisi ini juga diikuti dengan kegiatan makan bajamba (makan bersama-sama dari satu dulang). Puncaknya, warga yang berkumpul melakukan tahlil dan zikir bersama yang disebut kegiatan Ratik Tagak atau tahlilan sambil berdiri.

Hari Raya Enam lebih meriah jika dibandingkan Idul Fitri. Pasalnya, pada Hari Raya Enam seluruh anak kemenakan sasuku, baik yang tinggal di kampung halaman maupun di perantauan akan pulang kampung dan berkumpul bersama.

Makna Hari Raya Enam jika dilihat dalam segi keagamaan tentunya melakukan ziarah dan mengirimkan doa kepada arwah dari keluarga yang telah meninggal dunia dengan harapan agar mereka diberi ketenangan dan dijauhkan dari siksaan dan azab kubur.

Tradisi Hari Raya Enam ini juga dianggap sebagai ladang amal bagi masyarakat, menambah keyakinan dan meningkatkan keimanan kepada Allah SWT, sebagai ketentraman jiwa bagi masyarakat yang melaksanakan tradisi tersebut, serta menjadi pengingat akan datangnya kematian.(Diskominfo Kampar /(CK)

Artikel Terkait